Sabtu, 20 Mei 2017

MINANGKABAU DALAM DISKUSI 2

MASIH DALAM DISKUSI SEJARAH MINANGKABAU

kita telah mengenal nama MINANGKABAU jauh sebelum kita lahir, di zaman nenek dan kakek kita juga telah mengenal nama minangkabau, jadi nama minangkabau sudah begitu lama kiranya,
lantas apa sebenarnya makna minangkabau itu? apakah sebuah kerajaan atau suku bangsa atau sebuah wilayah?

mari kita diskusikan di sini :

GUNUNG SAILAN MENJEMPUT RAJA...

“ Datuk Nyato dirajo sang diplomat”

Datuk Nyato Dirajo adalah pucuk rantau Negeri Domo Kekhalifaan Kuntu, pada masa kurun abad ke 16 masehi pucuk Rantau Negeri Domo bernama Datuk Andomo. Pada masa ini Datuk-datuk Serantau Kampar Kiri sudah bersepakat untuk berdiri sendiri dalam wadah suatu kerajaan. Setelah kesepakatan di buat maka para datuk bersepakat untuk memintah seorang anak Raja Asli dari Raja Pagaruyuang untuk dirajakan di rantau Kampar Kiri.

Maka Datuk Senjayo penjaga batas dari Mentulik, kemudian menjadi delegasi dari Luak Subayang untuk menghadap ke Istana raja Pagaruyuang. Setibah di istana raja maka disampaikanlah maksud dan tujuan kedatangan Bangsawan Kampar Kiri ini, yaitu untuk memintah seorang anak raja yang asli keturunan Daulat Raja Pagaruyuang, dimana anak tersebut akan menjadi “ Bijo ” atau cikal Raja bagi kerajaan Gunung Sailan.

Setelah mendengar maksud kedatangan delegasi Pembesar Rantau Kampar Kiri yang di kepalai oleh Datuk Senjayo. Maka Raja Pagaruyuang kemudian mengiyakan dan merestui keinginan Datuk-datuk dari Kampar Kiri tersebut. Adapun mengenai permintaan untuk membawah seorang anak raja yang asli (laki-Laki) ke Rantau Kampar Kiri, Raja Pagaruyuang waktu itu juga memberikan restunya, silakan ambil dan bawahla ke Kampar Kiri. Kemudian Raja Pagaruyuang menunjuk kepada halaman istana Pagaruyuang waktu itu dan berkata “ di sana ada sekumpulan anak-anak raja Pagaruyuang” ambillah satu dan bawahla ke Negeri Tuan-tuan.

Menurut hikayat para tetua adat, pada waktu itu di halaman istana ada sekitar 40 orang anak laki-laki yang sedang bermain-main, maka Raja Pagaruyuang mempersilakan untuk mencari dan memilih sendiri anak mana yang disukai oleh para Datuk untuk dijadikan Raja di Kampar Kiri. Melihat kesempatan ini maka Datuk Besar ketua delegasi Masyaraakat Kampar Kiri kemudian memilih seorang anak Raja yang paling bagus dan elok raut mukanya. Anak tersebut diambil lalu dibawah ke Rantau Kampar Kiri, lalu di duduk kan diatas tahta di Negeri Gunung Sailan.

Sebelum di Nobatkan menjadi Raja, maka anak raja yang dijemput tadi dilakukan upacara sembah raja. Dimana seluruh Datuk pembesar rantau menyembah anak raja tersebut, sebagai wujud Baiat mereka atas kepemimpinan Raja baru. Akan tetapi setelah dilakukan upacara sembah Raja, Sang Anak Bijo Raja tersebut tiba-tiba sakit, tidak beberapa lama kemudian sang anak menginggal dunia.
Kejadian ini membuat gempar Rakyat serantau Kampar Kiri, dimana raja yang dijemput kepagaruyuang tiba-tiba wafat tak tahan sembah. Maka bermusyarahlah kembali para datuk Pembesar Rantau dimana dalam Musyawarah itu didapat kata sepakat bahwa jika anak Raja tersebut wafat tak tahan sembah, berarti anak tersebut bukan anak raja yang asli dari kerajaan Pagaruyuang.
Maka diutuslah delegasi kedua yang dikepalai oleh Datuk Singo rajo Dibanding, kembali menghadap Raja Daulat Pagaruyung, dengan maksud yang sama yakni memintah anak raja yang asli untuk dijadikan raja di Gunung Sailan. Setibah di istana Raja Pagaruyuang jawaban Raja tetap sama yakni silakan dipilih dari sekumpulan anak raja Pagaruyuang yang ada. Kemudian Datuk Singo Rajo Dibanding kembali memilih seorang anak yang menurut hemat dan pertimbangan beliau ini adalah anak raja yang asli. Setelah dapat maka dibawahlah kerantau Kampar Kiri, sebelum sampai di Gunung Sailan disuatu tempat maka berhentilah datuk Singo dan pengiring nya dan kemudian menghampiran sang Raja Muda Pagaruyuang tersebut, kemudian bertanya apakah tuan muda adalah anak raja Pagaruyuang..? maka sang anak tersebut mengangguk. Lalu datuk Singo kembali memastikan agar kejadian pertama tidak terulang kembali, apakah tuan muda, benar-benar anak Raja asli/kontan raja Pagaruyuang. Mendengar pertanyaan tersebut maka tuan muda dari Pagaruyuang ini kemudian menggeleng.

Mendengar jawaban sang Tuan muda dari Pagaruyuang maka bingunglah datuk Singo, maka tuan Muda ini diberi gelar “ Rajo Ongguak –Geleng”. Untuk memastikan bahwa anak ini bisa untuk dijadikan Raja di Kampar Kiri, maka diadakanlah kembali upacara “sembah Raja” jika benar dia anak Raja asli Pagaruyung asli pasti tahan sembah, kata sang Datuk. Setelah upacara sembah raja, tidak berapa lama sang tuan muda menderita sakit perut, tidak lama kemudian tuan Muda dari Pagaruyuang ini juga mennggal duni. Maka bertambah bingunglah para pembesar Rantau Kampar Kiri, dua kali menjemput Raja, kedua-duanya berakhir dengan kegagalan.
Maka dengan tekad bulat, sekali layar terkembang, pantang surut kebelakang, maka diadakan musyawarah kembali dan dibentuklah delegasi ketiga, untuk memimpin delegasi ketiga ini kemudian diserahkan kepada Datuk Andomo, yakni pucuk Rantau Negeri Domo, Kekhalifaan Kuntu. Maka berangkatlah sang Datuk pembesar rantau Kampar Kiri ini kembali ke Istana Raja Pagaruyung dengan tekad akan mendapatkan seorang anak Raja yang asli keturunan Raja Pagaruyuang.
Setelah sampai di Pagaruyuang, sang datuk Andomo tidak lansung ke istana Raja, tetapi sang datuk pergi kepasar dan membeli setandan pisang. Lalu dipikullah pisang tersebut ke istana Raja Pagaruyung, setelah tiba di halaman istana, maka dipanggillah semua anak-anak yang bermain dihalaman istana dan diberikan pisang ( diumbuok dengan pisang). Anak-anak kemudian ramai berebut pisang sang datuk, sambil membagikan pisang sang datuk mengajukan pertanyaan kepada anak-anak tersebut, maka anak raja Pagaruyuang yang sebenarnya. Maka anak-anak tersebut dengan polosnya menunjuk kepada seorang anak laki-laki yang sedang duduk di pingir lahaman istana. Anak tersebut tidak ikut berebut pisang sang datuk.

Maka Datuk Andomo memperhatikan gaya anak-anak istana ini memakan pisang, ada yang lansung dibuka dan dibuang kulitnya. Kemudian buah pisang lansung dimakan oleh anak-anak tersebut, beragam cara memakan pisng anak-anak istana ini. Kemudian sang datuk mendatangi anak yang duduk dipinggir halaman dan memperhatikan sang anak ini. Secara lahiriah sang anak terkesan biasa-biasa saja , bahkan dilihat dari kulit sang anak berwarna agak hitam dan rupa yang tidak terlalu tampan. Secara lahiriah tentu sang Datuk tidak begitu yakin jika sang anak ini Tuan Muda yang sebenarnya dari kerajaan Pagaruyuang.

Maka sang Datuk Andomo kemudian mempersembahkan buah pisang yang dibawah nya kepada tuan muda Pagaruyuang ini, pemberian sang datuk diterima oleh sianak. Kemudian sang tuan muda ini membuka kulit pisang selembar demi selembar dan menyisahkan bahagian bawahnya, karena bagian bawah itu adalah tempat untuk memakan pisang secara berlahan. Cara ini disebut dengan tata cara santap istana yakni disebut “ Kubak Ajo”. Melihat tatakrama sang tuan muda Pagaruyuang ini maka yakinlah sang datuk Kampar Kiri bahwa memang tuan bujang hitam inilah anak Raja yang asli dari Dinasti Raja Pagaruyuang.

Kemudian sang Datuk Kampar Kiri ini , kembali menemui Raja Pagaruyung dengan tujuang yang sama dengan dua delegasi terdahulu yakni untuk meminta seorang anak raja yang asli keturunan lansung dari Raja Pagaruyuang untuk dirajakan di Kampar kiri. Sebagaian mana jawaban terdahulu seperti itulah jawaban raja Pagaruyuang yakni mempersilahkan Datuk Andomo untuk memilih seorang anak , dari halaman istana Pagaruyung.

Dengan diberikan izin tersebut, maka dengan cekatan Datuk Andomo bergerak menuju tuan Muda Hitam tersebut mengapit tangannya dan membawah Sianak kehadapan Raja Pagaruyuang, sambil berkata bahwa dia akan membawah anak ini ke Gunung Sailan untuk dijadikan Raja di kampar Kiri. Melihat kejadian ini maka terkejutlah sang Raja Pagaruyuang, melihat anak laki-laki satu satunya sudah berada dalam gengaman tangan datuk Andomo dari kampar Kiri. Malang tak dapat ditolak, munjur tak dapat di raih, kata izin telah keluar dari mulut tuanku Raja, tentu pantang untuk menjilat ludah yang telah terlajur dibuang. Maka Sang Raja mengiyakan permintaan Datuk Andomo dari Kampar Kiri.

Kemudian setelah semua perlengkapan sudah siap di depan istana pagaruyung maka Datuk Andomo kemudian akan turun dari istana Pagaruyuang membawa sang Tuan Muda untuk dijadikan Raja di Rantau. Melihat kejadian tersebut maka terseraklah tagis di tengah istana, dimana ibu sang Raja Bujang menagis meraung menyaksikan putra tunggalnya di jemput terbawah oleh Datuk-datuk dari kampar kiri. Melihat kejadian tersebut bertambah yakinlah Sang datuk Andomo bahwa yang terbawa adalah Anak Raja Asli Pagaruyuang. Dengan senyum kemenangan Sang Datuk Andomo kemudian meninggalkan Istana Pagaruyuang kembali Ke Gunung Sailan.

Setibah di Gunung Sailan Kampar Kiri, maka segeralah diadakan acara nobat Raja melalui acara sembah Raja dan pembacaan Sumpah setia di Muarabio tepatnya di pulau Angkako. Maka jadilah Tuan Bujang Pagaruyuang sebagai Raja pertama kerajaan Gunung Sailan Kampar Kiri.
Kecerdikan Datuk Andomo dalam bersiasat untuk mendapatkan anak raja yang asli dari Pagaruyung ini menjadi legenda turun temurun di Rantau Kampar Kiri. Sehingga Datuk Andomo pucuk Rantau Negeri Domo memperoleh kehormatan sebagai orang Besar Raja Gunung Sailan dengan gelar Datuk Nyato Dirajo, yakni sebagai mentri untuk urusan pemerintahan dalam negeri.

Catatan penulis : Menurut hikayat tambo Kampar Kiri, sumpah sotie ini dibawah oleh Raja Mangiang ke kampar kiri dari Pagaruyuang. sumpah setia ini mengambil dasar dari sumpah setia Khadam poghiek di tanah pariangan. sumpah sotie ini adalah perjanjian antara Datuk Besar Khalifah kampar Kiri dan Datuk Godang (mamak pisoko rajo gunung Sailan) mewakili Rajo Mangiang yang masih kecil dengan 13 orang Datuk delegasi dari 13 Koto serantau Subayang..perjanjian ini disepakati di Pangkalan Tuo/ Pangkalan serai oleh Datuk Bandaro hitam pada abad ke 16 masehi. bunyi sumpah setia ini dibacakan di pulau Angkako di Muara Bio, tetapi di perjanjian ini di tulis Muara Subangi ( negeri Domo). dibawah Datuk Khalifah Kuntu Datuk Rajo Godang/ Datuk bandaro sekarang.
Sumber :
1. Di sarikan dari diskusi lepas denga tokoh-tokoh adat Kampar kiri tentang tambo alam Minangkabau, Pagaruyung dan Gunung Sailan.
2. Tambo Adat Manyigi Tambo Adat Kampar Kiri Dalam Minangkabau, oleh H. Munir Junu Datuk Bandaro.

Kisah di atas di salin dari tulisan saudara  Zaldi Ismet https://www.facebook.com/profile.php?id=100001476524796&fref=nf

silahkan post comment dan inputnya di sini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar