Selasa, 15 November 2016

MINANGA ( MALAYU ) - SRIWIJAYA - CINA DI ABAD KE 7 MASEHI

MINANGA ( MALAYU ) - SRIWIJAYA - CINA DI ABAD KE 7 MASEHI

perkembangan kerajaan - kerajaan di nusantara selama tenggelamnya ke kaisaran cina begitu banyak dan hampir merata di seluruh nusantara, perdagangan pun kian membaik, perdagangan yang di dominasi oleh para pedagang dari minanga ( maladju - malaju - molouyu - melayu - malaya ) juga pedagang dari malayu sriwijaya memenuhi perairan laut di kawasan cina selatan, selat malaka, sehingga kawasan india, dimana mereka membawa informasi - informasi penting dan juga menyebarkan agama, juga telah terjadi percampuran ras dan suku yang kemudian menjadikan dinamika baru di nusantara, lahirnya suku - suku baru juga berpengaruh akan pertumbuhan kerajaan - kerajaan baru yang ada di nusantara yang bersumber dari suku bangsa malayu.

bersamaan dengan berdirinya kerajaan SRIWIJAYA di ABAD ke 6 MASEHI,
di selatan sumatera sekarang, dimana saat itu masih tersambungya pulau jawa dan sumatera. berdiri kerajaan AGNI atau kerajaan api yang letaknya di kawasan GUNUNG KRAKATAU sekarang ini.

BERDIRI JUGA KERAJAAN SALAKA NAGARA yang menjadikan nenek moyang bagi SUKU BANGSA SUNDA
Pendiri Salakanagara, Dewawarman adalah duta keliling, pedagang sekaligus perantau dari Pallawa, Bharata (India) yang akhirnya menetap karena menikah dengan puteri penghulu setempat, sedangkan pendiri Tarumanagara adalah Maharesi Jayasingawarman, pengungsi dari wilayah Calankayana, Bharata karena daerahnya dikuasai oleh kerajaan lain. Sementara Kutai didirikan oleh pengungsi dari Magada, Bharata setelah daerahnya juga dikuasai oleh kerajaan lain.
Tokoh awal yang berkuasa di sini adalah Aki Tirem. Konon, kota inilah yang disebut Argyre oleh Ptolemeus dalam tahun 150, terletak di daerah Teluk Lada Pandeglang. Adalah Aki Tirem, penghulu atau penguasa kampung setempat yang akhirnya menjadi mertua Dewawarman ketika puteri Sang Aki Luhur Mulya bernama Dewi Pwahaci Larasati diperisteri oleh Dewawarman. Hal ini membuat semua pengikut dan pasukan Dewawarman menikah dengan wanita setempat dan tak ingin kembali ke kampung halamannya.
Ketika Aki Tirem meninggal, Dewawarman menerima tongkat kekuasaan. Tahun 130 Masehi ia kemudian mendirikan sebuah kerajaan dengan nama Salakanagara (Negeri Perak) beribukota di Rajatapura. Ia menjadi raja pertama dengan gelar Prabu Darmalokapala Dewawarman Aji Raksa Gapura Sagara. Beberapa kerajaan kecil di sekitarnya menjadi daerah kekuasaannya, antara lain Kerajaan Agnynusa (Negeri Api) yang berada di Pulau Krakatau.
Rajatapura adalah ibukota Salakanagara yang hingga tahun 362 menjadi pusat pemerintahan Raja-Raja Dewawarman (dari Dewawarman I - VIII). Salakanagara berdiri hanya selama 232 tahun, tepatnya dari tahun 130 Masehi hingga tahun 362 Masehi. Raja Dewawarman I sendiri hanya berkuasa selama 38 tahun dan digantikan anaknya yang menjadi Raja Dewawarman II dengan gelar Prabu Digwijayakasa Dewawarmanputra. Prabu Dharmawirya tercatat sebagai Raja Dewawarman VIII atau raja Salakanagara terakhir hingga tahun 363 karena sejak itu Salakanagara telah menjadi kerajaan yang berada di bawah kekuasaan Tarumanagara yang didirikan tahun 358 Masehi oleh Maharesi yang berasal dari Calankayana, India bernama Jayasinghawarman. Pada masa kekuasaan Dewawarman VIII, keadaan ekonomi penduduknya sangat baik, makmur dan sentosa, sedangkan kehidupan beragama sangat harmonis.
Sementara Jayasinghawarman pendiri Tarumanagara adalah menantu Raja Dewawarman VIII. Ia sendiri seorang Maharesi dari Calankayana di India yang mengungsi ke Nusantara karena daerahnya diserang dan ditaklukkan Maharaja Samudragupta dari Kerajaan Maurya.
Di kemudian hari setelah Jayasinghawarman mendirikan Tarumanagara, pusat pemerintahan beralih dari Rajatapura ke Tarumanagara. Salakanagara kemudian berubah menjadi Kerajaan Daerah.
Memang banyak para ahli yang masih memperdebatkan masalah institusi kerajaan sebelum Tarumanegara melalui berbagai sumber sejarah seperti berita Cina dan bangsa Eropa atau naskah-naskah Kuna. Claudius Ptolemaeus, seorang ahli bumi masa Yunani Kuno menyebutkan sebuah negeri bernama Argyrè yang terletak di wilayah Timur Jauh. Negeri ini terletak di ujung barat Pulau Iabodio yang selalu dikaitkan dengan Yawadwipa yang kemudian diasumsikan sebagai Jawa. Argyrè sendiri berarti perak yang kemudian ”diterjemahkan” oleh para ahli sebagai Merak.
Kemudian sebuah berita Cina yang berasal dari tahun 132 Mmenyebutkan wilayah Ye-tiao  yang sering diartikan sebagai Yawadwipa dengan rajanya Pien yang merupakan lafal Cina dari bahasa Sangsakerta Dewawarman. Namun tidak ada bukti lain yang dapat mengungkap kebenaran dari dua berita asing tersebut.

dari salaka nagara kemudian menyusul kerajaan TARUMA NAGARA di abad ke 3 masehi dan mulai di kenal di abad ke 4 MASEHI. sebagai sebuah kerajaan besar di kawasan jawa  atau jaba ( luar ).

di kalimantan telah tumbuh pula sebuah kerajaan bernama KUTAI 
Kutai Martadipura adalah kerajaan bercorak Hindu di Nusantara yang memiliki bukti sejarah tertua. Berdiri sekitar abad ke-4. Kerajaan ini terletak di Muara Kaman, Kalimantan Timur, tepatnya di hulu sungai Mahakam.[2][3] Nama Kutai diberikan oleh para ahli mengambil dari nama tempat ditemukannya prasasti yang menunjukkan eksistensi kerajaan tersebut. Tidak ada prasasti yang secara jelas menyebutkan nama kerajaan ini dan memang sangat sedikit informasi yang dapat diperoleh. ( di copy dari wikipedia )

kekuasaan dari KERAJAAN SRIWIJAYA dimasa itu dengan pengaruh BUDHA nya begitu kuat menguasai kawasan nusantara, pengaruhnya hingga di kawasan thailand, siam dan india, dan para prajurit lautnya adalah yang paling di takuti di kawasan asia masa itu.
dan banyak para sastrawan, biksu dan utusan - utusan dari kerajaan - kerajaan lain memasuki kawasan nusantara hanya untuk belajar, bagaimana kerajaan sriwijaya mengembangkan kerajaannya.
dimana dengan ke adaan tenang dan damai, kerajaan sriwijaya telah mampu melahirkan banyak ide - ide pemerintahan dan pendidikan, majunya perdagangan, pertanian dan juga kesusastraan serta agama.. membuat kerajaan sriwijaya makin masyur masa itu.

berbeda dengan KERAJAAN MINANGA yang dengan ketenangan nya berada di kawasan pedalaman SUMATERA / PULAU PERCA / SWARNABHUMI lebih dapat bertahan dengan kebudayaan hindunya, walaupun sebagian dari kerajaan - kerajaan kecil di pesisir telah banyak terpengaruh dengan agama budha, tetapi mereka masih setia dengan kerajaan MINANGA.

sementara itu DINASTI TANG di cina telah berhasil menyatukan CINA yang sebelumnya terpecah belah, di bawah kekaisaran TAIZONG cina kembali memperbaiki diri dari kondisi buruk selama ber abad - abad lamanya. lihat di dinasti TANG
dengan kondisi di abad ke 7 ini membuat para pedagang arab dan parsi sedikit kesulitan berdagang di kawasan nusantara yang di dominasi pedagang ber agama budha.

sehingga sebuah percobaan penyerangan ke kerajaan SRIWIJAYA yang di lakukan oleh KERAJAAN COLOMANDEL dari india yang ber agama hindu, tidak berhasil mengalahkan SRIWIJAYA masa itu.


Minggu, 13 November 2016

KERAJAAN MINANGA SEPENINGGAL DA PUNTA HYANG ABAD KE 6 MASEHI

KERAJAAN MINANGA SEPENINGGAL DA PUNTA HYANG ABAD KE 6 MASEHI

sepeninggal DA PUNTA HYANG ATAU SRI JAYA NACA putra penguasa di kerajaan MINANGA yang bernama SRI JAYA NAGA. berada pada zaman ke emasannya. dimana pada masa itu tiada peperangan yang hebat. rakyat hidup makmur, tenang dan tentram, di situlah para datuk datuk dan raja - raja menyusun undang - undang dan mengembangkan perniagaannya.

para suku bangsa minanga atau lebih di kenal suku bangsa melayu = meladju.. telah berhasil berdagang hingga hindia dan timur tengah. mereka pulang kembali dengan berbagai barang dagangan yang baru dan juga informasi - informasi baru

dimana mereka sudah mulai mengenal sebuah agama baru yaitu ISLAM.. yang telah lahir di negeri ARAB.
dan sebagian dari mereka telah ada yang memeluk islam.

selama kurun waktu 1 abad kerajaan MINANGA tenang dan damai.

Lokasi kerajaan MINANGA TAMWAN

Ada beberapa pendapat sejarawan mengenai lokasi Minanga. Poerbatjaraka dan Soekmono berpendapat bahwa Minanga terletak di hulu Sungai Kampar, tepatnya dipertemuan Sungai Kampar Kanan dan Kampar Kiri.[4] Poerbatjaraka juga mengatakan bahwa kata Minangatamwan merupakan nama lama dari Minangkabau.[5] Dr. Buchari mengemukakan bahwa Minanga berada di hulu Batang Kuantan.[6] Sedangkan Slamet Muljana menyatakan bahwa Minanga berada di hulu Sungai Batanghari.


kembali ke  sejarah cina, setelah kehancuran kekaisaran cina dan cina terbagi menjadi 3 negara,
kerajaan cina yang terkenal sebagai kerajaan perang, tidak lagi mampu melakukan peperangan keluar negara. mereka sibuk berperang sesama mereka.
dan akhirnya dinasti JIN berhasil menyatukan 3 negara tersebut kembali.
dan semasa dinasti JIN berkuasa, telah terjadi perkawinan yang sangat besar antara penguasa kerajaan MINANGA dengan DINASTI JIN masa itu, dan telah melahirkan seorang putra yang mendirikan sebuah kerajaan yang sangat besar yaitu SRIWIJAYA.

setelah bergantinya dinasti JIN di awal abad ke 7 di tanah nusantara telah banyak bermunculan kerajaan - kerajaan baru

sementara di cina, dinasti tang menjadi penguasa baru
Dinasti Tang (Tionghoa: ; Pinyin: Táng Cháo; Wade–Giles: T'ang Ch'ao; pertama 618–690 & kedua 705–907), dalam romanisasi Wade-Giles ditulis Dinasti T‘ang, adalah salah satu dinasti Tiongkok yang menggantikan Dinasti Sui dan mendahului periode Lima Dinasti dan Sepuluh Kerajaan. Dinasti ini didirikan oleh keluarga Li (李), yang mengambil alih kekuasaan pada masa kemunduran dan keruntuhan Sui. Keberlangsungan dinasti ini sempat terganggu saat Maharani Wu Zetian mengambil alih tahta dan memproklamirkan berdirinya dinasti Zhou Kedua (690–705), dan menjadi satu-satunya kaisar perempuan dalam sejarah Tiongkok.
Dinasti Tang, dengan ibukota di Chang'an (kini Xi'an) yang saat itu merupakan kota terpadat di dunia, dianggap sebagai salah satu titik tertinggi dalam sejarah Tiongkok: sebuah zaman keemasan budaya kosmopolitan. Luas wilayahnya, yang diperoleh melalui kampanye militer penguasa-penguasa awalnya, menyaingi luas dinasti Han. Berdasarkan dua sensus pada abad ke-7 dan abad ke-8, catatan-catatan Tang memperkirakan jumlah penduduk sekitar 50 juta jiwa.[2][3] Pada abad ke-9, karena pemerintah pusat sedang mengalami kejatuhan dan tidak dapat mengadakan sensus yang akurat, diperkirakan jumlah penduduk Tang tercatat sekitar 80 juta jiwa.[4][5][a] Dengan jumlah penduduk yang besar, dinasti ini dapat mengumpulkan para ahli dan ratusan ribu tentara untuk melawan kekuatan-kekuatan nomaden yang mendominasi Asia Dalam dan Jalur Sutra. Berbagai kerajaan dan negara membayar upeti kepada Tang, sementara Tang juga menaklukkan atau menundukkan beberapa wilayah yang dikendalikan secara tidak langsung melalui sistem protektorat. Selain hegemoni politik, pengaruh budaya Tang juga terasa kuat di negara-negara tetangga seperti Korea, Jepang, dan Vietnam.
Periode Tang pada umumnya merupakan periode kemajuan dan stabilitas, kecuali saat Pemberontakan An Lushan dan kemunduran otoritas pusat pada masa akhir dinasti ini. Seperti Dinasti Sui, Dinasti Tang memiliki sistem perekrutan pegawai negeri melalui ujian masuk standar. Tatanan ini terganggu oleh kemunculan gubernur-gubernur militer regional yang disebut jiedushi pada abad ke-9. Sementara itu, budaya Tiongkok berkembang dan semakin matang pada masa Tang; masa ini juga dianggap sebagai masa terbesar untuk puisi Tiongkok.[6] Dua dari penyair terkenal Tiongkok, Li Bai dan Du Fu, berasal dari masa ini, dan juga berbagai pelukis terkenal seperti Han Gan, Zhang Xuan, dan Zhou Fang. Selain itu, terdapat berbagai sastra sejarah yang disusun oleh para ahli, dan juga ensiklopedia dan karya geografi.
Terdapat berbagai inovasi penting pada masa Dinasti Tang, seperti perkembangan percetakan blok kayu. Buddhisme pada masa ini berpengaruh besar terhadap budaya Tiongkok, dan sekte-sekte Buddhisme Tiongkok terus berkembang. Namun, Buddhisme nantinya akan ditindas oleh negara, sehingga pengaruhnya menurun. Meskipun dinasti dan pemerintah pusat mengalami kemunduran pada abad ke-9, seni dan budaya tetap berkembang. Walaupun pemerintah pusat yang melemah tidak lagi dapat mengatur ekonomi, perdagangan masih tetap berjalan.