Sabtu, 21 November 2015

LAHIRNYA KERAJAAN SRIWIJAYA

LAHIRNYA KERAJAAN SRI WIJAYA

KERAJAAN SRIWIJAYA
kisah sebelumnya menceritakan bahwa PU HYANG JAYA NASA menemukan lokasi yang baik untuk mendirikan kerajaan yaitu di sebuah BUKIT bernama BUKIT SIGUNTANG
Bersama pasukan dan pengawal serta penduduk - penduduk desa yang ada di sekitar bukit siguntang dan rakyat - rakyat kerajaan -kerajaan kecil yang telah takluk dan bersumpah setia kemudian membangun istana kerajaan di bukit siguntang. pembangunan istana di buat dari campuran tanah liat, pasir dan beberapa bahan lainnya yang banyak di temukan di kawasan itu, bahan - bahan batuan sangat minim sekali di sebabkan kawasan itu adalah kawasan endapan yang telah muncul sebagai daratan baru yang luas dan subur.
maka pada ABAD KE 5M berdiri sebuah kerajaan baru di sebelah selatan kerajaan MINANGA dan tidak banyak yang mengetahui hubungan keduanya begitu erat, dimana masing - masing raja adalah ke terikatan antara ayah dan anak.
peninggalan kerajaan sriwijaya

lalu timbul pertanyaan kenapa bukan PU HYANG JAYA NASA / DA PUNTA HYANG yang menggantikan ayahnya menjadi RAJA di MINANGA menggantikan SRI MAHARAJA JAYA NAGA ? jawabannya adalah sejak jaman DATUK KATUMANGGUNGAN DAN PERPATIH 1 memulai menyusun undang - undang adat telah di tetapkan yang menggantikan atau mengambil gelar datuk atau raja adalah KEMENAKAN yang di pilih sesuai aturan dan ketetapan adat yang telah di susun sedemikian rupa. dengan menghormati aturan adat yang telah ada inilah kemudian SRI JAYANAGA memerintahkan putranya untuk mencari dan membangun sebuah kerajaan baru untuk dirinya menjadi raja di sana dan di saat itu DARATAN BARU telah mulai bermunculan dan hutan - hutan yang lebat dan luas dengan segala isinya telah mulai banyak di bicarakan.
demikianlah akhirnya PU HYANG JAYA NACA / JAYA NASA yang ibunya dari daratan cina dan ber agama budha meninggalkan kerajaan MINANGA TAMWAN yang ber agama hindu ( lihat catatan tambo yang mengisahkan DATU SRI MAHARAJA DIRAJA yang merupakan keturunan  ISKANDAR ZULKARNAEN
kerajaan MINANGA sebuah kerajaan besar yang menerima setiap agama - agama baru yang masuk dengan mengutamakan kedamaian, dimana keragaman agama dan suku bangsa telah menjadikan KERAJAAN MINANGA TAMWAN menjadi kerajaan majemuk dengan agama HINDU BUDHA sebagai agama terbanyak saat itu.
 
MAKA dengan DA PUNTA HYANG menemukan BUKIT SEGUNTANG sebagai tempat di bangunnya kerajaan ia kemudian memberi nama kerajaan dengan nama SRIVIJAYA /SRIWIJAYA nama ini di ambil dari bahasa sansekerta yang banyak di kuasai masyarakat masa itu yang memiliki arti :  SRI = CAHAYA dan WIJAYA = KEMENANGAN 
 
nama ini sebenarnya mulai di kenal pada pertengahan antara abad ke 5 dan 6 masehi, sebelumnya SRI JAYANASA sendiri memberi nama dengan nama KERAJAAN SIGUNTANG - MAHAMERU yang memiliki makna kerajaan yang didirikan oleh raja keturunan dari kerajaan mahameru atau marapi. 

dan setiap pergerakan perluasan wilayah nya di pesisir selatan sumatera hingga ke tanah JAVA / JABA atau JAWA selalu mendapatkan kemenangan kemudian ramai orang menyebut kerajaan ini sebagai KERAJAAN SRI WIJAYA  

Senin, 02 November 2015

SUKU KURAI DI BUKITTINGGI




SUKU KURAI DI BUKITTINGGI
 


MARI MENGENAL LEBIH BANYAK SUKU SUKU DI MINANGKABAU




Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.
tulisan ini saya copy dari TAMBO RANG KURAI tulisan St Batuah, sebagai tambahan informasi yang masih minim tentang sejarah dan bagaimana awal mula rang kurai mendiami kawasan bukittinggi.
#credit untuk St Batuah

Tambo (sejarah) Kurai Lima Jorong - Bukittinggi
Berdasarkan penuturan Dt. Saribasa yang bersumber pula dari Dt. Mangulak Basa dan kemudian ditulis oleh Dt. Rangkayo Tuo, disebutkan bahwa yang mula-mula datang untuk bermukim di Kurai Limo Jorong adalah dua rombongan yang datang dari Pariangan Padang Panjang. Kedua rombongan itu yang berjumlah kurang aso saratuih (+100) orang, mula-mula menuju Tanjung Alam dalam Nagari Sungai Tarap, sesudah itu terus menuju ke suatu tempat yang bernama Padang Kurai. Disini rombongan itu kemudian terbagi dua, yaitu Rombongan Pertama menuju ke Tanjung Lasi dan Rombongan Kedua menuju ke Biaro Gadang.
Rombongan pertama, yang dikepalai oleh Bandaharo nan Bangkah, dari Tanjung Lasi terus ke Kubang Putih, kemudian terus ke hilir, berhenti di suatu tempat yang dinamai Gurun Lawik (daerah Kubu Tinggi sekarang dalam Jorong Tigo Baleh). Selanjutnya perjalanan diteruskan melalui Babeloan, berbelok ke Puhun (Barat) dan sampailah di suatu tempat yang kemudian diputuskan untuk bermukim di situ. Tempat itu oleh Bandaharo nan Bangkah dinamai Koto Jolong (Pakan Labuah sekarang, dalam Jorong Tigo Baleh). Rombongan yang datang dari arah Mudik (Selatan) ini adalah rombongan yang pertama yang sampai di Kurai Limo Jorong.
Rombongan kedua dipimpin oleh Rajo Bagombak gelar Yang Pituan Bagonjong. Ibunda Yang Pituan Bagonjong bernama Puti Ganggo Hati dan adiknya bernama Puti Gumala Ratna Dewi juga ikut dalam rombongan. Dari Biaro Gadang, yaitu dari arah Ujung (Timur), rombongan ini kemudian menuju ke suatu tempat yang dinamai Pautan Kudo (daerah persawahan di Parit Putus sekarang ini dan menjadi pusaka turun temurun Yang Dipituan Bagonjong), yaitu tempat dimana Yang Pituan Bagonjong menambatkan kudanya untuk beristirahat terlebih dahulu. Kemudian perjalanan diteruskan menuju ke suatu tempat yang dinamai Koto Katiak dan akhirnya sampai juga di Koto Jolong.
Setelah kedua rombongan berkumpul kembali maka terasa tempat permukiman tidak mencukupi untuk semua anggota rombongan, sehingga perlu diadakan musyawarah untuk bermufakat tentang pengembangannya. Dicapailah kata mufakat untuk membuat sebuah perkampungan lagi di sebelah Hilir (Utara) yang kemudian diberi nama Gobah Balai Banyak (Balai Banyak sekarang, dalam Jorong Tigo Baleh). Perkampungan ini dibatasi parit di sebelah Ujung (Timur) yang dinamai Parit Tarantang (Parik Antang sekarang, dalam Jorong Tigo Baleh) dan parit di sebelah Puhun (Barat) yang dinamai Parit Tuo (Tambuo sekarang).
Setelah beberapa lama kemudian diadakan lagi mufakat untuk memilih dan mengangkat beberapa orang menjadi Tuo-tuo yang akan mengurus kedua rombongan itu sehari-harinya. Hasil mufakat menetapkan sejumlah 13 orang yang disebut Pangka Tuo, yaitu 6 orang untuk ditempatkan di Hilir (Utara) dan 7 orang untuk ditempat-kan di sebelah Mudik (Selatan) dan masing-masingnya diberi gelar Datuak. Semua Pangka Tuo tersebut adalah saadaik salimbago (berada dalam satu kelembagaan) yang disebut Panghulu Nan Tigo Baleh. Dari nama kelembagaan tersebut maka daerah pemukiman itu kemudian diberi nama Tigo Baleh (Tiga Belas).
Adapun 6 orang Pangka Tuo yang di Hilir (Urang Nan Anam) adalah:
    Dt. Gunung Ameh / Dt. Indo Kayo    Dt. Mangkudun    Dt. Panduko Sati    Dt. Sikampuang    Dt. Mangulak Basa    Dt. Sari Basa
    Dt. Rangkayo Basa
    Dt. Nan Adua
    Dt. Mantiko Basa / Dt. Kapalo Koto
    Dt. Asa Dahulu
    Dt. Maruhun
    Dt. Pado Batuah
    Dt. Dunia Basa
  2. Suku Pisang
  3. Suku Sikumbang
  4. Suku Jambak
  5. Suku Tanjuang
  6. Suku Salayan
  7. Suku Simabua
  8. Suku Koto
  9. Suku Malayu
  2. Jorong Guguk Panjang
  3. Jorong Koto Salayan
  4. Jorong Tigo Baleh
  5. Jorong Aur Birugo
   - Dt. Dadok Putiah  suku Pisang
   - Dt. Majo Labiah  suku Sikumbang
   - Dt. Barbangso  suku Tanjuang
   - Dt. Kampuang Dalam suku Koto
   - Dt. Kuniang  suku Guci
   - Dt. Nan Gamuak  suku Salayan
   - Dt. Pangulu Basa suku Jambak
   - Dt. Majo Sati  suku Tanjuang
   - Dt. Subaliak Langik suku Guci
   - Dt. Sunguik Ameh suku Pisang
   - Dt. Tan Ameh  suku Jambak
   - Dt. Malayau Basa suku Simabua
   - Dt. Indo Kayo Labiah suku Pisang
   - Dt. Rangkayo Basa suku Sikumbang
   - Dt. Nan Adua  suku Koto
   "Manti nan Sambilan" atau sekarang disebut Panghulu nan Sambilan   "Dubalang nan Duo Baleh" atau sekarang disebut Panghulu nan Duo Baleh
  2. Penghulu Pucuak nan Sambilan
  3. Penghulu Pucuak nan Duo Baleh
  4. Empat penghulu yang dianggap termasuk Nan Duo Baleh atau Nan Duo Puluah Anam.
  5. Ninik Mamak Pangka Tuo Nagari
  6. Ninik Mamak Pangka Tuo Kampuang
  7. Ninik Mamak Pangka Tuo Kubu
  8. Ninik Mamak Pangka Tuo Hindu
Pucuak Nan Balimo
Panghulu Pucuak Nan Sambilan
Panghulu Pucuak Nan Duobaleh
Dt. Malaka, Dt. Panghulu Basa, Dt. Rangkayo Basa dan Dt. Simajo nan Panjang juga disebut Basa Ampek Balai.
Acara Adat Mendirikan Panghulu

Sedangkan 7 orang Pangka Tuo yang di Mudiak (Urang Nan Tujuah) adalah:
Sebutan Urang Nan Anam dan Urang Nan Tujuah sampai sekarang masih tetap dipakai untuk menunjukan keutamaan gelar kepenghuluan yang bersangkutan sebagai gelar pusaka yang diwarisi dari Tuo-tuo yang mula-mula datang bermukim di Kurai Limo Jorong, terutama dalam mengatur posisi duduk dalam pertemuan adat (Lihat "Acara Adat Mendirikan Penghulu").
Sesuai ketentuan di ranah Minang pada umumnya, perkawinan hanya diperbolehkan antar suku, sedangkan kesukuan ditentukan berdasarkan garis keturunan ibu. Jumlah suku seluruhnya ada 9 suku yaitu:
  1. Suku Guci
Dari hasil perkawinan antar suku tersebut, para pemukim di Tigo Baleh mempunyai keturunan yang makin lama makin banyak. Pemukiman yang semula hanya di dua tempat, yaitu Pakan Labuah dan Balai Banyak, meluas mulai dari daerah Parak Congkak, Ikua Labuah sampai ke Kapalo Koto. Akhirnya dalam Kerapatan Adat yang diadakan di Parak Congkak diputuskan untuk memindahkan sebagian pemukim menyeberangi parit Tambuo ke sebelah Puhun (Barat), untuk membuka tempat-tempat pemukiman baru.
Sistem Pemerintahan Menurut Adat Kurai Limo Jorong
Seluruh daerah pemukiman, termasuk Tigo Baleh, kemudian diberi nama Kurai dan dibagi menjadi 5 bagian, masing-masing disebut Jorong atau Nagari (sehingga disebut juga Kurai Limo Jorong). Kelima jorong tersebut masing-masing kemudian diberi nama:
  1. Jorong Mandiangin
Dalam Kerapatan Adat tersebut juga diputuskan bahwa tatkala sebagian dari Panghulu nan Tigo Baleh akan meninggalkan Tigo Baleh maka kelembagaan tersebut terbagi menjadi 2 bagian yaitu Panghulu nan Tigo Baleh di Dalam dan Panghulu nan Tigo Baleh di Lua.
Panghulu Nan Tigo Baleh di Dalam adalah sebagian aggota Panghulu nan Tigo Baleh yang tetap tinggal di Tigo Baleh ditambah dengan beberapa orang Tuo-tuo sebagai penghulu yang baru, semuanya berjumlah 14 orang. Sedangkan Panghulu Tigo Baleh di Lua adalah sebagian anggota Panghulu nan Tigo Baleh yang meninggalkan Tigo Baleh, ditambah dengan beberapa orang Tuo-tuo sebagai penghulu yang baru, yang ikut pindah ke jorong-jorong yang lainnya, semuanya berjumlah 12 orang.
Selanjutnya dalam setiap Jorong diangkat masing-masing 4 orang Pangka Tuo Nagari yang secara kelembagaannya seluruhnya disebut Panghulu nan Duopuluah sebagai berikut:
  1. Jorong Mandiangin   - Dt. Malako Basa  suku Pisang
  2. Jorong Koto Salayan   - Dt. Nan Basa  suku Pisang
  3. Jorong Guguak Panjang   - Dt. Nagari Labiah suku Jambak
  4. Jorong Aur Birugo   - Dt. Majo Nan Sati suku Guci
  5. Jorong Tigo Baleh   - Dt. Mangkudun  suku Guci
Selang beberapa lama kemudian terbentuklah secara mufakat Penghulu nan Duo Puluah Anam, yaitu suatu lembaga yang akan menjalankan adat di Kurai Limo Jorong. Lembaga ini terdiri dari 26 orang penghulu, yaitu:
   "Penghulu nan Balimo" atau sekarang disebut Pucuak Nan Balimo
Disamping itu ada lagi yang disebut "Pangka Tuo Nan Saratuih", yaitu Niniak Mamak yang di masing-masing jorong berfungsi sebagai Pangka Tuo Kubu, Pangka Tuo Hindu, Pangka Tuo Kampuang dan Pangka Tuo Banda.
Pangka Tuo Kubu dan Pangka Tuo Hindu berkuasa di tempatnya (kubu) masing-masing. Pangka Tuo Kubu yang tertinggi adalah Dt. Samiak dan Dt. Balai.
Pangka Tuo Kampuang berkuasa di kampung masing-masing, bekerja sama dengan Pangka Tuo Kubu dan Pangka Tuo Hindu. Dt. Panduko Sati (Tanjuang) adalah Pangka Tuo Kampuang yang tertinggi di Kurai.
Pangka Tuo Banda adalah terutama berfungsi di daerah persawahan, yaitu diangkat untuk mengatur secara teknis pembagian air ke sawah-sawah.
Pangka Tuo Nagari yang berkuasa penuh di Jorong (nagari) masing-masing dibantu serta bekerjasama dengan Pangka Tuo Kampuang, Pangka Tuo Kubu dan Pangka Tuo Hindu. Dalam kerjasama tersebut dipimpin oleh Penghulu Pucuak yang ada dalam Jorong yang bersangkutan.
Dengan demikian maka tingkatan kepenghuluan di Kurai Limo Jorong adalah sebagi berikut:
  1. Penghulu Pucuak Nan Balimo
Pangka Tuo Banda tidak termasuk dalam tingkatan kepenghuluan karena penghulu ini hanya mempunyai tugas dan kewajiban khusus menyangkut teknis pengairan dan tidak mempunyai wewenang dan tanggung jawab dari segi adat.
Semuanya itu disebut Niniak Mamak nan Balingka Aua yang dengan Panghulu nan Duo Puluah Anam merupakan Pucuak Bulek Urek Tunggang dalam Lembaga Kerapatan Adat Kurai Limo Jorong.
Semua penghulu disebut "nan gadang basa batuah". Yang meng"gadang"kan adalah bako dan anak pusako, yang mem"basa"kan adalah nagari dan yang me"nuah"kan adalah anak kamanakan.



Pucuak  nan Balimo adalah pimpinan adat tertinggi di Kurai Limo Jorong yang aggotanya terdiri dari:

  - Dt. Bandaharo  suku Guci
  - Dt. Yang Pituan   suku Pisang
  - Dt. Sati    suku Sikumbang
  - Dt. Rajo Mantari   suku Jambak
  - Dt. Rajo Endah   suku Tanjuang
Pucuak Bulek nan Balimo diketuai oleh Dt. Bandaharo. Setiap keputusan yang telah dimufakati oleh Penghulu Pucuak nan Sembilan serta Penghulu Pucuak nan Duo Baleh mula-mula dihantarkan kepada Dt. Rajo Endah, kemudian diteruskan kepada Dt. Rajo Mantari, selanjutnya kepada Dt. Sati dan kemudian kepada Dt. Yang Pituan sebelum akhirnya kepada Dt. Bandaharo untuk diputuskan secara bulat, sarupo pisang gadang, dibukak kulik tampak isi, lalu dimakan habih-habih.
Dt. Bandaharo disebut pusek jalo pumpunan ikan, mamacik kato nan bulek. Juga dikenal sebagai nan basawah gadang.
Dt. Yang Pituan, dikenal sebagai nan batabuah larangan karena tugasnya untuk mengumpulkan / memanggil seluruh ninik-mamak / penghulu Kurai Limo Jorong untuk hadir dalam suatu acara adat, dibantu oleh Dt. Panghulu Sati dan Dt. Panghulu Basa.
Dt. Sati, dikenal sebagai nan bapadang puhun atau bapadi sakapuak hampo, baameh sapuro lancuang dan tetap di Campago, Mandiangin, sehingga disebut juga gadang sabingkah tanah di Mandiangin.
Dt. Rajo Mantari, dikenal sebagai nan baguguak panjang dan dikatakan gadang sabingkah tanah di Guguak Panjang.
Dt. Rajo Endah, dikenal sebagai nan babonjo baru (di daerah Tarok).

Panghulu Pucuak nan Sambilan berfungsi untuk membulatkan keputusan hasil mufakat Panghulu nan Duo Baleh, bulek sarupo Inti, sebelum dihantarkan kepada Pucuak Bulek nan Balimo. Yang termasuk Panghulu nan Sambilan adalah:
 - Dt. Pangulu Sati  suku Tanjuang
 - Dt. Maharajo  suku Guci
 - Dt. Batuah  suku Sikumbang
 - Dt. Kayo  suku Jambak
 - Dt. Sinaro  suku Simabua
 - Dt. Putiah  suku Pisang
 - Dt. Nan Baranam suku Salayan
 - Dt. Bagindo Basa suku Koto
 - Dt. Rajo Mulia  suku Pisang
Dt. Pangulu Sati adalah pimpinan adat Panghulu nan Sambilan.
Dt. Maharajo menguatkan pimpinan adat, memimpin penyelesaian masalah-masalah adat dibantu oleh Dt. Batuah dan Dt. Kayo.
Dt. Panghulu Sati, Dt. Maharajo, Dt. Batuah dan Dt. Kayo disebut manti atau Basa Ampek Balai, yang berfungsi untuk mengambil keputusan menurut adat.
Dt. Sinaro bersama-sama Dt. Putiah mengambil keputusan menurut adat, salangkah indak lalu, satapak indak suruik, maampang tuhua mamakok mati dan buliah suruik lalu.
Dt. Nan Baranam dikenal bataratak bakoto asiang.
Dt. Bagindo Basa dikenal baparik bakoto dalam.
Dt. Rajo Mulia dikenal sebagai nan bungsu dari nan sambilan.

Panghulu Pucuak nan Duo Baleh berfungsi untuk merumuskan keputusan hasil mufakat Panghulu nan Sambilan, mamicak-micak sarupo Pinyaram, sebelum dihantarkan kepada Panghulu Pucuak nan Sambilan. Yang termasuk Panghulu nan Duo Baleh adalah:
 - Dt. Malaka   suku Guci
 - Dt. Pangulu Basa  suku Sikumbang
 - Dt. Simajo Nan Panjang  suku Tanjuang
 - Dt. Rangkayo Nan Basa  suku Jambak
 - Dt. Garang   suku Koto
 - Dt. Bagindo   suku Pisang
 - Dt. Tan Muhamad  suku Salayan
 - Dt. Nan Angek   suku Pisang
 - Dt. Panjang Lidah  suku Simabua
 - Dt. nan Labiah   suku Pisang
 - Dt. Palimo Bajau  suku Tanjuang
 - Dt. Tumbaliak   suku Guci

Dt. Bagindo, dalam acara Mendirikan Penghulu adalah penghulu yang pertama menerima bagian daging dan tidak seperti untuk penghulu yang lainnya daging tersebut dicincang terlebih dahulu. Dt. Bagindo juga berfungsi menyelesaikan perselisihan yang terjadi di antara penghulu-penghulu di Kurai Limo Jorong. Disamping itu setiap kali mengadakan pertemuan antara penghulu-penghulu, untuk acara apapun, Dt. Bagindo juga berfungsi menyediakan makanan/minuman. Untuk itu Dt. Bagindo mempunyai sawah paduan yaitu sawah yang hasilnya oleh Dt. Bagindo digunakan untuk membiayai penyelenggaraan setiap pertemuan tersebut. Dt. Bagindo dibantu oleh Dt. Putiah dan Dt. Rajo Mulia.
Dt. Simarajo Nan Panjang pada masa dahulu adalah penghulu yang jabatannya menguasai semua kubu-kubu di Kurai Limo Jorong dan menjagainya.
Dt. Nan Angek dan Dt. Putiah disebut urang Pisang ampek rumah.
Dt. Panghulu Basa dan Dt. Batuah disebut bagobah di Balai Banyak.
Dt. Garang dan Dt. Bagindo Basa baparik Koto Dalam.
Dt. Tan Muhamad disebut babingkah tanah dan adalah panghulu yang bungsu di antara Panghulu Nan Duo Baleh.
Termasuk juga dalam Panghulu Nan Duo Baleh adalah Dt. Batuduang Putiah (Pisang), Dt. Nan Laweh (Pisang), Dt. Asa Basa (Jambak) dan Dt Majo Basa (Jambak). Kalau ada acara meresmikan Pangka Tuo Banda secara adat, maka ke-empat penghulu ini bekerjasama satu sama lain menjadi cancang mahandehan, lompek basitumpu. Yang tertinggi atau sebagai pimpinan dalam kerjasama di antara ke-empat penghulu ini, adalah Dt. Batuduang Putih.

Acara adat mendirikan penghulu adalah acara adat dalam rangka "mengukuhkan" pemakaian gelar pusaka oleh seseorang yang sebelumnya telah dicalonkan menjadi seorang Penghulu/Ninik mamak sehingga untuk selanjutnya penghulu yang bersangkutan berwenang dan bertanggung-jawab melaksanakan tugas dan kewajibannya dalam menjalankan adat sesuai menurut tingkatannya di Kurai Limo Jorong.
Umumnya acara adat mendirikan penghulu  diadakan dalam bentuk sebuah perhelatan di sebuah Rumah Gadang yang sekurang-kurangnya berukuran tigo ruang. Rumah Gadang yang digunakan tersebut batirai balangik-langik, batabia bapaka, badulang badalamak, bacerek bacarano, baaguang batalempong, bamarawa bagaba-gaba, bapayuang-panji bapaga-jendela.
Setiap rumah gadang terdiri dari tigo ririk dan tempat duduk para penghulu diatur oleh juaro sesuai menurut kategori masing-masing penghulu sebagai Panghulu Nan Tigo Baleh, yaitu:
Ririk Satu, yaitu di sebelah biliak (ruang tidur) adalah tempat duduk yang disediakan untuk Ninik Mamak yang termasuk Panghulu Nan Anam.
Ririk Duo, yaitu sebelah pintu ke kanan adalah tempat duduk yang disediakan untuk Ninik Mamak yang termasuk Panghulu Nan Tujuah.
Ririk Tigo, yaitu di ruang tengah adalah tempat duduk yang disediakan untuk Ninik Mamak yang termasuk Panghulu Nan Anam & Nan Tujuah.
Tergantung tingkatan gelar pusaka yang akan dikukuhkan, acara perhelatan adat Mendirikan Penghulu dibedakan atas:
Mendirikan Panghulu Pucuak Nan Balimo dan atau Panghulu Pucuak Nan Sambilan
Acara ini diselenggarakan dengan memotong satu ekor kerbau dan satu ekor sapi. Daging kerbau untuk dibagi-bagikan kepada seluruh Ninik Mamak di Kurai Limo Jorong, sedangkan daging sapi untuk dimasak dan kemudian dimakan habis.
Mendirikan Panghulu Nan Duo Baleh
Acara ini diselenggarakan dengan memotong satu ekor Sapi untuk dimasak dan kemudian dimakan habis.
Mendirikan Panghulu Urek Tunggang
Acara ini diselenggarakan cukup dengan menyediakan kepala kerbau untuk dimasak dan kemudian dimakan habis.
Dilihat dari sifat dan latar belakang diadakannya, acara mendirikan Panghulu dapat dibedakan lagi sebagai berikut:

Patah Tumbuah, Hilang Baganti
Diadakan karena penghulu yang memakai gelar pusaka yang bersangkutan telah meninggal dunia. Patah tumbuah artinya dari yang patah itu tumbuh penggantinya, yaitu dari kapalo ka bahu, dari mamak ka kamanakan artinya calon penggantinya adalah generasi langsung dalam garis keturunan ibu. Hilang Baganti artinya bila tidak ada lagi generasi yang berikutnya secara langsung dari garis keturunan ibu atau disebut sudah punah, maka dicarikan penggantinya yang sagagang atau yang yang basabalahan gagang dari penghulu yang meninggal. Gelar pusaka yang bersangkutan dipakaikan kepada calon penggantinya pada waktu memandikan jenazah dan acara Mendirikan Penghulu dilkasanakan pada waktu "tanah pemakaman masih merah". Acara ini dilaksanakan menurut adat disebut sasukek hanguih, sarandam basah, artinya "perhelatan sekali habis".
Hiduik Bakarilahan, Mati Batungkek Budi
Diadakan karena penghulu yang memakai gelar pusaka yang bersangkutan, oleh karena sesuatu hal perlu diganti atau dipindahkan gelarnya kepada orang lain. Hiduik bakarilahan artinya penghulu yang bersangkutan sudah tidak kuasa lagi memikul tugas dan tanggung-jawab menjalankan adat, bukik nan didaki alah tinggi, lurah nan dituruni alah dalam. Acara perhelatannya menurut adat balapiak basah badaun cabiak (seperti perhelatan menyempurnakan penghulu). Yang dimaksud mati batungkek budi adalah dari mamak ke kemenakan atau ke cucu dan seterusnya dari garis keturunan ibu. Acara perhelatannya sama dengan acara perhelatan patah tumbuh hilang baganti.
Gadang Balega, Pusako Basalin
Yang dikatakan gadang balega yaitu kalau seorang penghulu telah sempurna menurut adat (telah "berhelat"), kalau dia meninggal maka gelar pusakanya dipakaikan kepada legarannya. Yang dikatakan pusako basalain yaitu kalau seorang penghulu meninggal maka harta pusaka peninggalannya jatuh kepada warisnya menurut adat. Acara perhelatannya menurut adat cukup sesuai rukun dan syaratnya seperti perhelatan menyempurnakan penghulu.
Gadang Samparono, Tungkek Badiri
Yaitu bilamana seorang penghulu pucuak telah sempurna menurut adat (telah "berhelat"), maka  didirikan tungkek sebagai pengganti. Kalau penghulu yang bersangkutan meninggal maka tungkek tersebut dipakaikan kepada legarannya. Acara perhelatannya sama seperti perhelatan gadang balega pusako basalin.
Lamah Bapandano, Condong Bapanungkek
Yaitu bilamana seorang penghulu, oleh karena sesuatu hal, tidak dapat menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai penghulu, maka penghulu yang bersangkutan boleh mewakilkannya kepada kemenakan atau cucunya, akan tetapi wewenang dan tanggung jawab adat tetap dipegang oleh penghulu yang bersangkutan. Acaranya boleh dengan perhelatan besar atau kecil asal balapiak basah badaun cabiak.
Mambangkik Batang Tarandam
Yaitu memakaikan gelar pusaka yang sudah lama tidak dipakai. Perhelatannya boleh besar atau kecil atau cukup dengan bertahlil saja.

PERDAGANGAN DI KAWASAN MELAYU ABAD KE 4

PERDAGANGAN DI KAWASAN MELAYU ABAD KE 4 MASEHI


dunia perdagangan memang tidak lepas dari perkembangan zaman, perdagangan inilah yang kemudian membuka wawasan masyarakat dunia saat itu untuk mencari tahu wilayah - wilayah lainny masa itu.
perdagangan sudah ada sejak zaman dahulu kala, bersamaan dengan itu di tanah melayu ( sumatera sekarang ) perdagangan sudah di mulai dari zaman sebelum es mencair hingga akhirnya peradababan kerajaan kandis, minanga tamwan, kuntala, sriwijaya, hingga kawasan campa, siam dan sebagainya.
maka mulai hijrahlah manusia - manusia saat itu ke daerah - daerah baru, terjadi perkawinan dan lahirlah generasi baru.

perdagangan di kawasan selat melaka sekarang yang dulu di kenal sebagai laut SUNDA DWIPA, dimana pada masa dahulu antara pulau sumatera dan jawa bersatu, dan di sebut sebagai TATAR SUNDA.
perkembangan perdagangan sudah mulai ramai di abad ke 2 masehi, dan pada abad ke 3 masehi perdagangan di tatar sunda di kuasai oleh orang cina dari KANTON / KWAN TUNG, mereka berhasil menaklukan kerajaan kandis waktu itu. dan di abad ke 4 di saat politik di cina sedang kacau, masuklah pedagang - pedangang dari india dan parsi, kembali perdagangan meramai.

disaat itu telah berkembang kerajaan - kerajaan baru yang besar pula, seperti dikalimantan KERAJAAN KUTAI berdiri pada abad ke 3 masehi dengan raja nya KUDUNGGA merupakan seorang raja yang berasal dari india yang ber agama hindu, menetap di hulu sungai besar di kalimantan timur sekarang, demi menghindarkan diri dari kejaran musuhnya.

di tanah jawa, AKI TIREM telah mendirikan sebuah kerajaan baru yang bernama SALAKA NAGARA
Pendiri Salakanagara, Dewawarman adalah duta keliling, pedagang sekaligus perantau dari Pallawa, Bharata (India) yang akhirnya menetap karena menikah dengan puteri penghulu setempat, sedangkan pendiri Tarumanagara adalah Maharesi Jayasingawarman, pengungsi dari wilayah Calankayana, Bharata karena daerahnya dikuasai oleh kerajaan lain. Sementara Kutai didirikan oleh pengungsi dari Magada, Bharata setelah daerahnya juga dikuasai oleh kerajaan lain.
Tokoh awal yang berkuasa di sini adalah Aki Tirem. Konon, kota inilah yang disebut Argyre oleh Ptolemeus dalam tahun 150, terletak di daerah Teluk Lada Pandeglang. Adalah Aki Tirem, penghulu atau penguasa kampung setempat yang akhirnya menjadi mertua Dewawarman ketika puteri Sang Aki Luhur Mulya bernama Dewi Pwahaci Larasati diperisteri oleh Dewawarman. Hal ini membuat semua pengikut dan pasukan Dewawarman menikah dengan wanita setempat dan tak ingin kembali ke kampung halamannya.
Ketika Aki Tirem meninggal, Dewawarman menerima tongkat kekuasaan. Tahun 130 Masehi ia kemudian mendirikan sebuah kerajaan dengan nama Salakanagara (Negeri Perak) beribukota di Rajatapura. Ia menjadi raja pertama dengan gelar Prabu Darmalokapala Dewawarman Aji Raksa Gapura Sagara. Beberapa kerajaan kecil di sekitarnya menjadi daerah kekuasaannya, antara lain Kerajaan Agnynusa (Negeri Api) yang berada di Pulau Krakatau.
( di sunting dari wikipedia bebas bahasa indonesia )
 
dan akhirnya pada abad ke 4 KERAJAAN TARUMA NAGARA yang memiliki pelabuhan besar bernama KALAPA dan ibu kota taruma nagara berada di daerah SUNDA yang berada jauh di pedalaman. lambat laun nama pelabuhan laut itu jadi terkenal dengan sebutan SUNDA KALAPA.
 
mulailah perdagangan perdagangan yang makin meluas setelah para keturunan dari kerajaan MALAYU mendiami kawasan di SULAWESI .
mereka menetap di beberapa kerajaan yang ada di sana seperti LUWU , GOWA dan BONE dan kerajaan lainnya.

dan saat itu terlihat SRIWIJAYA mulai lahir dan berkembang cepat di bandingkan kerajaan lainnya.